
Ini Rabu malam, tanggal 11 Januari 2011. Mungkin beberapa orang merayakannya, mungkin juga banyak orang menganggapnya biasa. Teringat seorang guru dan seorang teman yang ingin bicara soal sukses. Ini tulisan untuk teman yang sempat bertanya, namun belum terjawab.
Hari Minggu lalu, sebelum saya bergabung dengan anak-anak hebat di Buaran, sebuah panggilan masuk ke telepon genggam saya. Terpampang nama kecil di layar yang saya kenali dia sebagai guru. Sempat tersontak karena kaget, tumben dia menelepon. Hmm. Saya sadar karena saya jarang datang berkumpul bersama para pemimpi lainnya. Saya angkat telepon itu dan kata pertama yang saya katakan "Halo". Perbincangan pun berlanjut dari sebuah kata permulaan itu.
Langsung saya minta maaf karena belum sempat datang berkumpul sekian lama. Ia bahkan tidak terdengar marah atau pun kecewa, lantas saja dia bercerita tentang sukses. Ia lantas berkata, "ya kan kita sama-sama sedang menuju sukses. kenapa? jalan sukses itu memang sepi", saya langsung teringat pertanyaan saya tempo hari lewat jejaring sosial padanya, "apa jalan perjuangan itu selalu sepi?" dan sekarang saya teringat, saya rasa dia mau sedikit bercerita.
"Jalan sukses itu memang sepi, jarang ada orang mau ambil jalan itu. Banyak tantangannya" Lagi-lagi kata-katanya menguatkan saya. "Tapi nanti lo akan sadar, bahwa semakin kesana semakin ramai". Bagaimana maksudnya saya masih mengambang, saya diam dan hanya meng-engau saja, dia membaca ekspresi suara saya dan langsung melanjutkan.
"Nanti, lo akan sadar bahwa untuk sukses kita butuh orang lain" saya baru mengerti meskipun masih mengambang. "Ya. Memang sepi, sekarang sudah tau kan?" lanjutnya. Saya pun melanjutkan dengan curhat saya soal jalan saya yang sekarang terasa sangat sepi, sekalipun banyak orang di sekitar saya. Kami pun melanjutkan pembicaraan dan semua kata-katanya menguatkan saya semacam termotivasi kembali, selalu begitu.
"Mereka itu pintar, kita ini kalah pintar Are, sekalipun lo kuliah. Tapi kita jauh lebih sukses dari mereka, karena kita tidak merasa pintar, selalu merasa ingin lebih"
"Sekarang enak kan sensasinya ngajar? karena kita pengen minterin orang, sekalipun ilmu kita ga banyak, intinya kita berusaha minterin orang, kita pun tambah pinter lagi"
Yang saya salut, guru selalu memakai kata kita, sekalipun saya yang salah. Hmm. Lalu saya bilang, "Sekarang saya bingung sabam kalo orang tanya pekerjaan saya apa?"
"Terus?" tanyanya.
"Saya bilang aja ngamen di mana-mana" dari situ saya sadar bahwa kata-kata ngamen itu sarkasme negatif yang seharusnya tidak digunakan pada diri sendiri. Kalau saya ngamen artinya saya hanya akan mengambil uang receh sampai saya mengubah status pekerjaan saya. Guru pun langsung menyanggah.
"Kalo gue sih bilang, kerjaan gue bersyukur"
Saya langsung tercengang dan saya pikir itu jawaban yang pas meskipun agak butuh penjelasan lebih dalam. Tapi apa peduli orang, nyatanya sejak dulu memang itu yang seharusnya saya katakan. Hmm., semacam kata yang hilang.
Saya telaah lagi, kata-kata itu. Ya. Benar. Kami memang bersyukur. Saya tidak kerja di kantoran malah mengumpulkan gunungan receh perlahan-lahan, tapi saya suka dan menikmati kebebasan itu. Ya. Apa itu bukan bersyukur?
Saya bertemu dengan anak-anak jalanan dan masyarakat marginal juga para pengayom mereka. Saya bertemu dengan anak-anak di atas kursi roda dan terkapar di tempat tidur.
Saya bertemu dengan teman-teman yang tulus ingin membagikan ilmunya dengan orang banyak.
Saya bebas menentukan siapa bos saya.
Saya bebas memutuskan kapan saya ingin berlibur.
Saya suka hidup saya sekarang dan saya rasa itu yang namanya bersyukur.
Dan juga artinya semakin dekat dengan sesuatu yang dulu pernah saya sebut.
Satu mimpi ini akan menjadi sesuatu yang membuat kalian begituuuuu tenangnya saat memimpikannya, begitu ikhlasnya saat menjalankannya, begitu hatimu akan merendah saat mengingatnya, dan cukup membuat air matamu berlinang saat merenungkannya.
-Satu Mimpi untuk Berjuta Realitas-
Bersyukur, itu kuncinya. Bersyukur bukan berarti pasrah. Pasrah itu bukan ikhlas. Pasrah dan ikhlas kata yang berbeda tipis. Menyebut ikhlas sebelum bertanding namanya pasrah dan dia pecundang. Menyebut ikhlas saat bertanding, itu murni pejuang.
"Nikmati saja apa yang sedang berjalan, sambil mengontrol, tapi target untuk diri sendiri kamu tetep harus punya"
"Nanti kamu akan sadar Are, betapa orang lain akan sangat dibutuhkan untuk kamu menjadi sukses jadi ramai kan, sekalipun memang terasa sepi"
Regards
ailupika
Seperti dandelion yang harus lepas dari induknya untuk terbang sendirian membentuk kembali akarnya dan mengumpulkan lagi keramaiannya.
Terima kasih atas peringatannya. Target!! tapi nikmati saja. Sukses ya!!