Plato Bertanya soal Cinta


Sebuah Tulisan lama yang disadur dari sebuah blog teman http://renjanatuju.wordpress.com/2008/06/
Dulu sempat tersadur di sebuah note milik saya. Terbaca pagi ini dan saya pindahkan keberadaannya dari laman media sosial yang terlalu kena expos.

***

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, Socrates, “Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya?
Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah kamu tanpa boleh mundur kembali. Kemudian, ambillah satu ranting saja. Jika menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta.”

Plato pun berjalan, dan tidak berapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apa pun.

Guru bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satu pun ranting?”
Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik). Sebenarnya, aku telah menemukan yang paling menakjubkan. Tapi, aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana. Jadi, tak kuambil ranting tersebut. Saat aku melanjutkan berjalan lebih jauh, aku baru sadar bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi. Jadi, pada akhirnya, tak kuambil ranting sebatang pun.”

Gurunya kemudian menjawab, “Jadi, ya, itulah cinta.”

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi, “Apa itu pernikahan? Bagaimana saya bisa menemukannya?”

Gurunya menjawab, “Ada hutan yang subur di depan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan, tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan.”

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.

Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?”
Plato pun menjawab, “Sebab, berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi, di kesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat. Jadi, kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya ke sini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya.”

Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan, ya, itulah perkawinan.”


Regards

ailupika
Mungkin Plato pun saat itu sedang jatuh cinta

Leave a Reply