Entah sejak kapan saya terbesit untuk bisa mengenal anak-anak lebih.
Entah sejak kapan mereka membuat perasaan saya mengalun begitu lembut.
Seorang guru bertanya tentang tujuan saya.
Saya berpikir dan kembali bertanya sebelum menjawab pertanyaannya.
Apa tujuan itu sama dengan cita-cita?

Guru tertegun dan mulai memecah antara cita-cita dan tujuan.
Ia diam sejenak.
Akhirnya mulai terdengar kata dari mulutnya.
Sebenarnya sama saja.
Sama tapi tidak sama, itu yang saya lihat dari wajahnya.
Namun dia tetap dengan wajahnya yang buat saya penasaran.
Saya pasang muka yang terbaca : "Sepertinya tidak begitu"
Kawan yang lain pun membaca mimik itu.
Cita-cita itu lebih duniawi <<-- kata kawan.
Sementara guru masih diam. Kali ini ditambah angguk-angguk.
Saya pun diam, sementara kawan lain seolah terbuka pikirannya dan menimpali.
"Iya, kalau tujuan itu lebih spiritual"
Alis saya makin mengernyit.
Tapi saya mengerti maksudnya.
Guru tetap diam dan angguk-angguk.
Saya pun mulai menjawab dengan simpulan dari para kawan.
"Saya mau keliling dunia"
Guru terkekeh, yang lain diam.
Saya mulai merasa sombong dan berlebihan.
Guru bilang di sela kebingungan saya.
"Berarti untuk belajar kan?"
Saya langsung sadar, ya.
Semua memang seharusnya untuk belajar.
Sejak awal pun bergabung bersama mereka, saya bilang ingin belajar banyak hal.
Merasa ingin meralat semua jawaban saya.
Hingga saya sadari.
Saya suka kultur, saya suka travelling.
Saat kecil banyak kultur yang saya perhatikan.
Jepang terutama.
Lanjut ke India.
Lalu Rusia.
Kemudian Jerman.
Kenal seorang teman yang bisa bahasa Sweden dan ayahnya menetap di Ceko.
Karena sebuah film saya perhatikan Ukraina.
Lalu saya tertarik pada Cina.
Bekerja pada seorang Korea.
Mitologi Yunani, Romawi.
Sampai pada film favorit yang mengangkat bahasa Finland.

Saya suka belajar itu semua.
Saya ingin keliling dunia!!
Saya ingin bercerita banyak hal.
Hingga hari itu berakhir dan diskusi kami membawa hingga larut.
Guru bilang. "Ga ada habisnya kalo bahas ini, pulang pulang!"
Hari itu membuat saya merenungkan semua kata-kata saya.
Sampai pada, entah hari apa, jam berapa dan waktu apa.
Saya sadar.
Buat apa saya keliling dunia??
Saya belajar, saya menikmati semua pemandangan itu sendirian.
Setelah itu apa??
Tidak ada gunanya jika hanya sekedar melancong sana sini.
Semua orang bisa, itu bukan tujuan saya. Itu nafsu.
Sampai akhirnya sesuatu bilang.
Saya ingin membagikan cerita ini pada anak-anak saya kelak.
Saya ingin menulis. Saya ingin membagi pengalaman saya.
Semua yang pernah saya jalani membawa saya sampai saat ini.
Patah hati, Kekesalan, Kenekatan, Keberanian dan Kesadaran juga Kelembutan.
Kepasrahan.
Akhirnya Tuhan kenalkan saya pada anak-anak itu.
Sebagian dari mereka semua.
Yang di jalan, di kampung, di atas kursi roda, di ambang hidup.
Di pesta, di rumah, dan di dalam gendongan.
Beberapa film memperkenalkan saya pada pendidikan.
Pekerjaan saya dahulu membawa saya belajar tentang seorang pendidik.
Sahabat-sahabat saya.
Mereka semua pendidik.
Saya tidak ingin menjadi seorang pendidik seperti mereka.
Pendidik yang ada di belakang sebuah institusi.
Masih terkekang dan masih belum bisa membebaskan.
Mungkin saya belum benar.
Pendidik yang setulusnya mencintai dan berpihak pada pendidikan anak-anak.
Sampai akhirnya keputusan saya kembali ditegaskan.
Sebuah pertemuan kembali pada pembahasan itu.
Guru kembali bertanya.
Entah memang dia tidak ingat atau ingin mengingatkan saya.
"Jadi apa tujuannya?"
Kali itu saya menjawab tegas.
"Saya ingin keliling dunia. Tapi di setiap tempat singgah saya,
harus ada sesuatu yang saya berikan di sana"
Ia pun mengerti dan tersenyum mendengar penjabaran saya akan mimpi dan tujuan ini.
Saya semakin yakin.
Keluar dari pekerjaan dan saya malah semakin bahagia.
Semakin dekat dengan anak-anak.
Semakin saya menyadari, mimpi dan tujuan yang terkonsep itu semua mungkin.
Saya terdengar gila pasti.
Sampai akhirnya saya menangis karena sebuah terapi yang mengungkap keresahan saya.
Guru kembali menenangkan saya.
"Bingung dan gila itu sebuah tingkatan pemahaman menuju yang tertinggi"
"Einstein, Edison, Newton, dan lainnya mereka semua terkucil"
"Tapi saat mereka membuktikan apa yang tidak mungkin menurut orang saat itu"
"Orang-orang baru percaya dan kini semua temuan mereka bukan omong kosong lagi"
"Jadi beranilah untuk jadi gila dan bingung"
Mereka salah satu sosok inspirasi saya :))
Seorang guru bertanya tentang tujuan saya.
Saya berpikir dan kembali bertanya sebelum menjawab pertanyaannya.
Apa tujuan itu sama dengan cita-cita?

Guru tertegun dan mulai memecah antara cita-cita dan tujuan.
Ia diam sejenak.
Akhirnya mulai terdengar kata dari mulutnya.
Sebenarnya sama saja.
Sama tapi tidak sama, itu yang saya lihat dari wajahnya.
Namun dia tetap dengan wajahnya yang buat saya penasaran.
Saya pasang muka yang terbaca : "Sepertinya tidak begitu"
Kawan yang lain pun membaca mimik itu.
Cita-cita itu lebih duniawi <<-- kata kawan.
Sementara guru masih diam. Kali ini ditambah angguk-angguk.
Saya pun diam, sementara kawan lain seolah terbuka pikirannya dan menimpali.
"Iya, kalau tujuan itu lebih spiritual"
Alis saya makin mengernyit.
Tapi saya mengerti maksudnya.
Guru tetap diam dan angguk-angguk.
Saya pun mulai menjawab dengan simpulan dari para kawan.
"Saya mau keliling dunia"
Guru terkekeh, yang lain diam.
Saya mulai merasa sombong dan berlebihan.
Guru bilang di sela kebingungan saya.
"Berarti untuk belajar kan?"
Saya langsung sadar, ya.
Semua memang seharusnya untuk belajar.
Sejak awal pun bergabung bersama mereka, saya bilang ingin belajar banyak hal.
Merasa ingin meralat semua jawaban saya.
Hingga saya sadari.
Saya suka kultur, saya suka travelling.
Saat kecil banyak kultur yang saya perhatikan.
Jepang terutama.
Lanjut ke India.
Lalu Rusia.
Kemudian Jerman.
Kenal seorang teman yang bisa bahasa Sweden dan ayahnya menetap di Ceko.
Karena sebuah film saya perhatikan Ukraina.
Lalu saya tertarik pada Cina.
Bekerja pada seorang Korea.
Mitologi Yunani, Romawi.
Sampai pada film favorit yang mengangkat bahasa Finland.
Saya suka belajar itu semua.
Saya ingin keliling dunia!!
Saya ingin bercerita banyak hal.
Hingga hari itu berakhir dan diskusi kami membawa hingga larut.
Guru bilang. "Ga ada habisnya kalo bahas ini, pulang pulang!"
Hari itu membuat saya merenungkan semua kata-kata saya.
Sampai pada, entah hari apa, jam berapa dan waktu apa.
Saya sadar.
Buat apa saya keliling dunia??
Saya belajar, saya menikmati semua pemandangan itu sendirian.
Setelah itu apa??
Tidak ada gunanya jika hanya sekedar melancong sana sini.
Semua orang bisa, itu bukan tujuan saya. Itu nafsu.
Sampai akhirnya sesuatu bilang.
Saya ingin membagikan cerita ini pada anak-anak saya kelak.
Saya ingin menulis. Saya ingin membagi pengalaman saya.
Semua yang pernah saya jalani membawa saya sampai saat ini.
Patah hati, Kekesalan, Kenekatan, Keberanian dan Kesadaran juga Kelembutan.
Kepasrahan.
Akhirnya Tuhan kenalkan saya pada anak-anak itu.
Sebagian dari mereka semua.
Yang di jalan, di kampung, di atas kursi roda, di ambang hidup.
Di pesta, di rumah, dan di dalam gendongan.
Beberapa film memperkenalkan saya pada pendidikan.
Pekerjaan saya dahulu membawa saya belajar tentang seorang pendidik.
Sahabat-sahabat saya.
Mereka semua pendidik.
Saya tidak ingin menjadi seorang pendidik seperti mereka.
Pendidik yang ada di belakang sebuah institusi.
Masih terkekang dan masih belum bisa membebaskan.
Mungkin saya belum benar.
Pendidik yang setulusnya mencintai dan berpihak pada pendidikan anak-anak.
Sampai akhirnya keputusan saya kembali ditegaskan.
Sebuah pertemuan kembali pada pembahasan itu.
Guru kembali bertanya.
Entah memang dia tidak ingat atau ingin mengingatkan saya.
"Jadi apa tujuannya?"
Kali itu saya menjawab tegas.
"Saya ingin keliling dunia. Tapi di setiap tempat singgah saya,
harus ada sesuatu yang saya berikan di sana"
Ia pun mengerti dan tersenyum mendengar penjabaran saya akan mimpi dan tujuan ini.
Saya semakin yakin.
Keluar dari pekerjaan dan saya malah semakin bahagia.
Semakin dekat dengan anak-anak.
Semakin saya menyadari, mimpi dan tujuan yang terkonsep itu semua mungkin.
Saya terdengar gila pasti.
Sampai akhirnya saya menangis karena sebuah terapi yang mengungkap keresahan saya.
Guru kembali menenangkan saya.
"Bingung dan gila itu sebuah tingkatan pemahaman menuju yang tertinggi"
"Einstein, Edison, Newton, dan lainnya mereka semua terkucil"
"Tapi saat mereka membuktikan apa yang tidak mungkin menurut orang saat itu"
"Orang-orang baru percaya dan kini semua temuan mereka bukan omong kosong lagi"
"Jadi beranilah untuk jadi gila dan bingung"

Regards
ailupika
ungkap saja, suatu hari mungkin akan jadi labuhan untuk orang lain.
berkatnya, saya mengenal banyak.
ailupika
ungkap saja, suatu hari mungkin akan jadi labuhan untuk orang lain.
berkatnya, saya mengenal banyak.