Saya yakin, kita semua ingin mendapatkan apa pun yang kita inginkan. Dengan lika liku perjalanan prosesnya, kadang memaki sebelum sampai tujuan, kadang juga terlalu menyanjung hingga tertutup semua yang kita inginkan alias terlupa.
Ketamakan mungkin sama saja jika saya bilang itu keserakahan. Semua yang kita inginkan, baik sadar atau pun tidak, sudah diterima sinyalnya oleh alam. Sebuah keinginan yang tidak kita sadari bahkan akan lebih nikmat untuk diseruput sari-sari pelajarannya. Sekalipun itu menyesakkan atau pun membahagiakan.
Jika kita ingat semua mimpi yang kita punya, harapan-harapan yang belum tercapai, lalu memampangnya di depan kening akan semua hal itu. Sepertinya hanya itu yang membuat kita bisa bertahan hidup. Selain makanan tentunya. Semua itu membuat kita tampak lebih semangat, lebih bergairah, rasanya tidak ada yang tidak mungkin untuk dilakukan.
Lalu saking percaya dirinya, kita paparkan semua pada orang lain. Lalu timbul iri, timbul rasa ingin bersaing, menghalalkan segala cara untuk sampai pada tujuan itu persis seperti yang kita ceritakan pada orang lain. Jika tidak bisa persis, pasti ada rasa malu.
Di sini lah terkadang insting hewan manusia mulai keluar, mulai melupakan kesucian akan mimpi dan harapan yang sejak awal murni dia bangun dengan nuraninya sendiri.
Uang?
Itu dalih utama.
Nama/Posisi?
Itu juga dalih, sama utamanya saya rasa.
Saat insting hewan itu mulai keluar, akan banyak sekali yang menutup pikiran kita dan mengotori kesucian mimpi itu. Dan di saat itu pula akan berdatangan keinginan-keinginan yang tidak pernah kita sadari bangkit. Lalu kita mulai bilang ini dia mimpi kita dengan melupakan mimpi sebelumnya. Tidak tahu pasti mana yang benar, karena kita selalu berada di zona abu-abu. Itu tidak bisa dipungkiri, kita memang begitu. Mungkin lebih mudah dikenal dengan kata labil.
Keinginan itu kadang di luar kendali.
Lalu bagaimana jika Tuhan mengabulkan semua yang kita inginkan??
Yang harus dicatat dari cerita saya kali ini adalah semua yang kita inginkan itu, datang secepat kilat, secepat itu pula alam menerimanya. Sama seperti kalian bilang kun fa yakun, bim salabim, jadilah maka jadilah. Seperti naik buroq ke sidratul muntaha. Hmm.. itu sebuah analogi saja.
regards,
ailupika
ucapan tidak selamanya berasal dari mulut, mari menyeruput sari-sari pelajaran dari keinginan yang kasat mata.