Jika Tuhan lebih dari Sekedar Kata


Tuhan, satu kata yang terlalu sering saya ucapkan. Bahkan dalam setiap tulisan saya, saya lebih sering menggunakan kata tersebut. Sampai saat ini saya muslim dan agama yang saya peluk sejak saya lahir tersebut memperkenalkan Tuhan sebagai namanya yang lain, Allah SWT. "Rasanya adil
jika saya berhenti sebentar di sini untuk menjelaskan maksud saya yang sebenarnya ketika saya lebih memilih kata tersebut, sehingga orang dapat langsung memutuskan sejauh mana mereka perlu merasa tersinggung".

Saya yakin saat saya mengucapkan kata Tuhan di setiap kekhilafan saya dan orang di sekitar saya pasti bertanya-tanya, Islam bukan sih?! Banyak diantara mereka yang mencap saya pembangkang dari agama mungkin. Bagi saya, agama itu "damai", itu saja. Sementara penamaan islam, kristen, hindu, budha, zen, konghucu hanya sebuah simbol eksistensi seseorang untuk memulai pelajaran mengenal dan mencintai Tuhan atau sesuatu yang entah apa namanya, yang jelas hanya ketenangan bahkan lebih dari itu dan tidak bisa saya ucapkan dengan kata-kata dari bibir yang sering berbohong ini. Entah mengapa saya lebih merasakan eksistensi sebuah keabstrakan yang menenangkan luar biasa itu dengan sebutan Tuhan.

Allah, Yesus, Buddha, Shiva, Gusti Pangeran, Brahma, Zeus atau yang lainnya bagi saya semua sama. Meskipun saya terlahir sebagai seorang yang berbudaya muslim, mungkin dalam hal ini saya tidak bisa disebut muslim ya. Anda juga pasti berpikir begitu. "Wah sesat!" kata itu mungkin yang sering terlintas di sekitar saya dan saya tidak ingin mengambil pusing. Sebagian umat muslim yang saya kenal menerima perasaan ini dengan rasa hormat dan pikiran terbuka. Bagi mereka yang memegang teguh perintah tersebut dalam ucapan (dan pikiran), saya hanya dapat menyampaikan permohonan maaf untuk perasaan yang terluka. Yang menganggap saya ini aneh. Tapi rasa tenang dan damai ini tidak dapat tergantikan oleh apa pun juga selain petualangan pencarian saya yang masih terus berlanjut hingga saat ini.

Beberapa orang yang menjawab tentang rasa penasaran tentang Tuhan, pencarian diri dan ketenangan sejati yang selalu saya pertanyakan. Saya sangat lega jika ada sebuah jawaban, Tuhan itu tidak hidup dalam kitab mana pun juga tidak hidup di singgasana langit tertinggi, tetapi tinggal sangat dekat dengan kita bahkan lebih dari yang kita bayangkan, bernafas langsung dari dalam hati kita. Saya berterimakasih kepada siapa saja yang pernah melakukan perjalanan ke pusat hati tersebut, perjalanan ke lubang quantum, dan yang telah kembali ke dunia dengan berita kepada kita semua bahwa Tuhan adalah suatu pengalaman kasih yang tertinggi.

Maaf Liz, nama seorang pengarang buku yang saya kagumi di awal tulisannya pada buku eat, pray, love. Saya menggunakan beberapa kata-katamu dalam tulisan ini. Salam kenal Liz, terima kasih karena kamu membantu saya untuk bisa mengungkapkan makna kata Tuhan kepada orang-orang di sekitar saya yang mencap saya ini kafir atau apalah namanya.


regards

ailupika
u/ diriku yang masih terus berpetualang

Leave a Reply